LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN
PERMEABILITAS SEL
RISKA FITRAH APRIANTI
05091007064
KELOMPOK I (SATU)
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Absorsi hara mineral oleh akar tanaman terbagi dalam tiga fase. Pertama adalah difusi dimana hara mineral yang bergerak menuju permukaan sel-sel akar. Fase kedua adalah pertukaran unsur-unsur hara melalaui membran sel. Suatu proses yang melibatkan permebealitas suatu mebrane. Sedangkan fase ketiga disebut akumulasi merupakan, merupakan fase aktif dimana unsur hara yang ditimbun divakuola. Melalui proses difusi berbagai komponen larutan tanah termasuk ion dan molekul bergerak menuju permukaan akar bagian luar yang jumlahnya ditentukan oleh sifat membrane protiplasma sel. Permebealitas adalah suatu sifat atau kemampuan dari suatu membrane untuk dilewati oleh suatu zat.
Permebealitas adalah suatu sifat atau kemampuan dari suatu membrane untuk dapat dilewati oleh suatu zat. Membrane da yang bersifat impermeabel atau permeabel terhadap suatu zat tertentu, tetapi inpermeabel untuk zat lain, membrane yang demikian disebut membrane semipermeabel atau deferensial permeable.
Fungsi membrane pada dasarnya adalah mengatur lalulintas molekul air dan ion atau senyawa yang terlarut dalam air untuk keluar masuknya sel atau organel-organel sel. Walaupun membrane tidak sepenuhnya bersifat semipermeabel, tetapi tetap saja molekul – molekul air akan lebih leluasa untuk menembus membrane dibandingkan ion-ion atau senyawa lain.
B. Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lingkungan terhadap permeabilitas sel-sel umbi bit merah (Beta Vulgaris).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Banyak sel protista serta sebagian besar sel cendawan dan sel tumbuhan dan sel endosperma. Memang ciri utama sel cendawan dan sel tumbuhan adalah adanya dinding sel. Semua sel ini memiliki membrane yang berfungsi membungkus isinya. Sel muda yang sedang tumbuh, beberapa sel penyimpanan, sel yang melakukan fotosintesis didaun, semua sel parenkim, dan beberapa jenis sel lain hanya mempunyai selapis dinding sel primer. Dinding sel ini dan terbentuk saat sel sedang tumbuh (Salisbury dan Ross, 1995).
Proses fisika difusi pada tumbuhan memainkan peranan sangat penting pada fisiologi tumbuhan, sehingga pengertian yang jelas mengenai proses ini perlu sekali dimiliki, tetapi agar mudah dimengerti, beberapa sufat umum materi harus diperhatikan lebih dahulu. Telah diketahui benar bahwa semua zat, baik unsur maupun senyawa pada hakikatnya tersusun atas partikel – partikel kecil. Partikel – partikel ini memiliki dua sifat umum yang penting yaitu : (1) Kemampuan untuk bergerak bebas; dan (2) kecenderungan bagi partikel yang sama untuk tarik – menarik. Kedua sifat ini sangat bertentangan. Kemampuan untuk bergerak bebas cenderung untuk memidahkan partikel penyusun suatu zat, sedangkan gaya tarik menarik cenderung untuk mempersatukan partikel – partikel itu. Efek pengaruh mempengaruhi antara kecenderungan yang bertentangan itu menentukan keadaan fisik suatu zat. Sebagai perkiraan dapat dikatakan bahwa jika kecendurangan untuk bergerak bebas lebih unggul, zat itu akan berada dalam bentuk gas; jika kecenderungan untuk gaya tarik lebih unggul, zat itu akan berada dalam bentuk padatan, sedangkan jika kedua kecenderungan itu kira – kira sama kuat, zat itu akan berad dalam bentuk cair. Ada dua faktor penting yang menentukan apakah suatu zat tertentu berkelakuan sebagai zat padat, zat cair atau gas : (1) Mobilitas dasar suatu zat; (2) suhu zat itu. (Loveless, 1991)
Protoplasma sel adalah contoh membrane yang bersifat semipermeabel. Membrane tersebut dapat dilewati atau permeabel terhadap air tetapi tidak dapat dilewati oleh solute terutama yang bermolekul besar seperti senyawa gula, asam amino, dan kadan-kadang elektolit. Sifat permeabel dari membrane protoplasma tidaklah sama untuk sel yang satu dengan sel yang lainnya. Hal ini tergantung dari susunan kimia dan fisika dari membrane tersebut. Untuk jenis sel yang sama dapat juga berbeda sifat permeabelnya, tergantung pada unsur sel dan lingkungan (Anonim, 2000).
Dinding sel primer mulai terbentuk pada saat sel sedang menyelesaikan pembelahan. Sebuah lempeng sel (fragmoplas)terbentuk ketika dinding sel baru akan membagi sel menjadi dua sel anakan. Lempeng sel ini terjadi dari mikrobutul yang berbeda dengan mikrobutul yang membuat gelondong ketika terjadi pemisahan kromatid. Mikrobutul ini dapat menggiring bahan kearah lempeng sel yang tumbuh mulai dari tengah kearah luar, dengan tambahan pektin dari bahan yang lain(Fahn, 1991).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak terlepas dari pengaruh faktor lingkungan itu meliputi iklim dan jenis tanah. Setiap tanaman menghendaki keadaan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya (Sam Arianto, 2008). Pada lingkungan yang sesuai tanaman umbi bit merah dapat tumbuh dengan baik dan bereprodulsi tinggi. Oleh karena itu sebelum menbudidayakan tanaman umbi bit merah perlu diketahui dahulu syarat- syarat ekologi tumbuhnya.
1. Iklim
Unsur iklim yang perlu diperhatikan dalam pertumbuhan tanaman antara lain ketinggian tempat, sinar matahari, dan curah hujan. Ketinggian tempat berkaitan erat dengan suhu yang merupakan faktor penting bagi tanaman. Setiap kenaikan ketinggian tempat 100 m dpl, suhu turun 0,5 C. Temperatur harian yang sesuai adalah sekitar 18-32 C dengan suhu optimum 25 C.
2. Tanah
Tanah yang subur dan gembur diperlukan oleh tanaman. Agar dapat tumbuh dengan baik, tanman ini menghendaki tanah yang subur, banyak mengandung bahan organik, dan cukup mengandung air (Anonim, 2008)
Jenis tanah yang baik untuk tanaman adalah tanah berstektur liat pasir. Untuk pertumbuhan yang optimal diperlukan derajat keasaman(pH) tanah antara 5,5 – 6,5. Tanah yang terlalu asam dengan pH dibawah 5,5 dapat menyebabkan tanaman tumbuh kerdil karena teracuni garam aluminium (Al) yang larut dalam tanah. Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan pengapuran (Lakitan, 2004).
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya pada tanggal 4 November 2010 pukul 10.00 WIB.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu : 1) Umbi bit merah ; 2) Methanol 30% dan 3) Air suling. Sedangkan alat yang digunakan yaitu : 1) 1 buah gelas piala 2000 ml ; 2) 5 buah gelas piala 500 ml ; 3) 1 buah alat pemotong (cutter) ; 4) buah tabung reaksi ; 5) 1 lemari pendingin/ freezer ; 6) pinset
C. Cara Kerja
a. Pengaruh pemanasan
Siapkan lima potong bit merah dengan ukuran 0,3 x 1 x 2,5 cm, tempatkan pada gelas piala dan cuci dengan air yang mengalir untuk menghilangkan pigmen betacyanin dari sel-sel yang rusak. Didihkan air suling sebanyak 1000 ml, kemudian ditungkan pada geas piala 500 ml masing-masing sebanyak 250 ml, tambahkan pada gelas piala air dingin dan ukur dengan termometer sehingga masing-masing suhu menjadi 70 C, 60 C , 50 C, 40 C. Rendam potongan bit pada masing-masing gelas piala selama 1 menit, setelah itu ambil potongan bit dengan pinset dan masukkan dalam tabung reaksi yang berisi air suling 10 ml dan rendan selama 30 menit. Buat kontrol tanpa perlakuan pemanasan. Pengamatan dilakukan dengan mengukur banyaknya pigmen betacyanin yang berdifusi.
b. Pengaruh pendinginan
Siapkan potongan bit seperti perlakuan diatas, simpan potongan bit dalam feezer selama 30 menit. Ambilkan potongan bit rendam dalam tabungreaksi yang telah berisi air suling 10 ml. Pengamatan dilakukan seperti pada a.
c. Pengaruh pelarut organik
Siapkan potongan bit seperti diatas, masukkan dalam tabung reaksi yang telah berisi larutan meti alkohol 30 % sebanyak 10 ml. Rendam potongan bit selama 30 menit, sesudah itu diangkat dan pelarut diamati seperti pada diatas.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HasiL
Perlakuan Pendinginan : tidak terjadi gelembung udara dan warna larutan merah yang tidak terlalu pekat
Perlakuan Pelarut Organik : ada gelembung-gelembung udara pada bagian umbi yang terendam methanol dan larutan berwarna merah pekat akibat pugmen betacyanin yang terdifusi
B. Pembahasan
Pada praktikum ini pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui perubahan suhu yang mempengaruhi permbealitas sel, karena kenaikan suhu akan mempengaruhi persentasi nilai transmisi yang cenderung menurun dan juga naik pada penurunan suhu. Penurunan nilai absorbsi pada suhu disebakan suhu mempengaruhi keaktifan pembentukan pigmen betacyainin, mengakibatkan dinding sel akan menjadi mengembang. Pori- pori mengembang atau membesar mengakibatkan kerusakan pada sel akan terjadi.
Kerusakan pada sel jelas terjadi dan mempengaruhi daya gaya permebealitas sel akibat kerusakan sel karena suhu meleihi batas maksimum akan berakibat bereaksi keaktifan dari plasma sel erkurang, sehingga gerakan urutan keluar masuk akan semakin besar.
Walaupun sturktur organel – organel dan molekul besar dalam sebuah sel dapat dilihat melalui mikroskop dan letak molekul-molekul tetentu dapat diketahui melalui teknik pewarnaan, pemahaman sel sampai keaspek molekulnya membutuhkan analisis biokimia yang rinci. Akan tetapi, prosedur-prosedur biokimia memerlukan sel dalam keadaan utuh, baru kemudian menguraikannya (Aberts, 1994).
Untuk kenaikan suhu yang reaktif tidak berakibat terjadinya kerusakan sel, maka perubahan suhu terseut hanya mengakibatkan keaktifan pigmen betacyanin meningkat dan daya permebealitas sel akan meningkat.Untuk kenaikan suhu yang reaktif tidak berakiat terjadinya hubungan dengan suhu terhadap nilai absorbsi, maka semakin tinggi suhu yang kita naikkan, maka daya absorbsi atau daya permeealitas sel pun meningkat.
Sifat semipermeabel dari membrane protoplasma berbeda untuk sel yang satu dengan sel yang lainnya, hal ini tergantung dari susunan kimia dan fisika dari membrane tersebut. Untuk jenis sel yang sama akibat masuk dan keluarnya air pun akan semakin kecil. Untuk perlakuan pendinginan juga akan mempengaruhi transmisi yang akan menurunkan nilai absorbsi sel atau permeealitas sel. Itu adalah dasar penerapan dari mengapa bahan produk akan lebih baik bila pada suhu yang renadah.
Pada pelaksanaan bahan organik karena senyawa organik memiliki daya kelarutan yang tinggi pada bahan organik maka pigmen yang ada banyak yang terlarut. Hal ini akan mempengaruhi permebealitas dari sel, akibat kenaikan nilai absobrsi sel menyebabkan sel dan pori-pori sel pada dindingnya makin kecil membrane semi permeabel atau permeable sel aktif yang hanya bisa dilalui pelarut saja.
Membrane semi permeabel atau membrane differensial terhadap pelarut(air dalam sel hidup) sangat permeabel dan bersifat impermeabel terhadap substansi yang dilarutkan beberapa membrane semipermeabel ditemukan pada semi, satu diantaranya adalah membrane plasma. Membrane plasma dari sel, air dan gula terlarut dalam garam mineral didalam sel dan air dalam sel tersebut tercampur. Selama pengocokan berlangsung, membrane ini permeabel terhadap air., tetapi tidak selalu besar terhadap sel hidup, selaput permeabel mempunyai permebealitas yang berbeda dari senyawa yang berbeda-beda dilewati molekul air, tetapi menghambat masuknya senyawa hidup yang merusak semipermeabel.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pemanasan menyebabkan permebealitas berkurang.
2. Semakin tinggi suhu yang diberikan akan berakibat tinggi pada pigmen yang dibentuk.
3. Semakin rendah suhu yang diberikan akan semakin kecil persentase transmisi.
4. Semakin dingin suatu larutan akan semakin impermeabel suatu larutan.
5. Pengaruh lingkungan seperti pemanasan dan perdinginan serta komposisi suatu pelarut organik akan mempengaruhi sifat permebealitas yang ada.
6. Permebealitas adalah suatu sifat atau kemampuan dari suatu membrane untuk dilewati oleh suatu zat.
B. Saran
Untuk praktikum selanjutnya hendaknya menggunakan umbi tanaman yang lain, agar praktikan dapat mengetahui perbandingan.serta dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permebealitas.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2000. Permeabilitas Sel. (online) (http://blog.persimpangan.com diakses 7 November 2010)
Anonim, 2008. Permeabilitas. (online) (http://id.answers.yahoo.com/ diakses 7 November 2010).
Fahn, A. 1991. Anatomi Tumbuhan edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Harjadi, S. 1979. Pengantar Agronomi. Grasindo. Jakarta.
Lakitan, B. 2004. Dasar – Dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Pers. Jakarta.
Loveless, A. R. 1991. Prinsip – prinsip Tumbuhan untuk Daerah Tropik 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Salisbury, F. B and Cleon W Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan jilid 1. ITB. Bandung.
Sam Arianto, 2008. Absorbsi Hara Tumbuhan. (http://sobatbaru.blogspot.com/, diakses pada tanggal 7 November 2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar